8/18/2019

Sepenggal Kisah Frau (7)

Pada akhirnya, yang kita punya hanyalah kumpulan cerita.

--

Sejenak memutuskan untuk membentang jarak adalah sebuah keputusan yang tepat. Dan kembali menarik jarak itu lagi, menjadi salah satu keputusan yang berani.

Frau kembali mengenakan kacamatanya sesaat ia sampai di sebuah tempat yang baru pertama kali ia datangi. Luas, terik, sedikit berdebu, kering, ramai. Suasananya tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu.

Sesaat setelahnya, matanya menangkap sosok yang ia cari.
Frau sedikit menepi, mencari tempat yang agak sepi untuk bisa duduk dan mengamati.
Entah yang ia cari menyadari kehadirannya atau tidak, Frau merasa cukup untuk sekedar melihatnya dari jarak jauh. Bukankah mereka juga terbiasa dengan bentangan jarak yang bertahun-tahun ada diantara keduanya?

Beberapa waktu berlalu, Frau masih duduk di tempat yang sama. Teman yang ia cari akhirnya menepi, menyapa dengan sapaan yang terdengar kaku untuk ukuran teman dekat namun cukup melegakan bagi dua sosok yang pernah dekat. Setelah sapaan pertama, bentangan jarak terasa terlipat, keduanya kembali ada pada satu gelombang.

Sore berganti malam yang dihabiskan dengan saling bertukar kabar. Di sela-sela cerita yang tidak diceritakan secara berurutan karena terlalu banyak, ada lontaran pertanyaan mengenai kebiasaan-kebiasaan pada tahun-tahun sebelumnya saat mereka masih sedekat nadi. Bahkan Frau butuh beberapa detik untuk mencerna kalimat sahabatnya. Ia tak menyadarinya bahwa pertemanannya pernah sedalam itu sebelum mereka dipaksa membentang jarak sebegitu jauh. Sampailah pada satu cerita tentang mengapa akhirnya mereka berjarak, dilanjutkan dengan kemungkinan-kemungkinan bahwa kedepannya pun jarak itu tidak akan pernah terlipat rapat.

Ada rasa lega di dada Frau, mengetahui bahwa dengan adanya jarak, tidak membuat keduanya saling lupa. Bahkan dengan diam-diam diam-diam mengamati dunia diseberangnya, sudah cukup membuat Frau tersenyum dalam hati.

Malam itu tidak akan pernah cukup untuk saling bertukar cerita tentang apa yang telah dilalui dan apa mimpi di masa yang akan datang. Butuh waktu lebih panjang untuk bisa saling menyelam. Tapi, Frau sebenarnya tidak ingin menyelami sampai ke dasar, ia merasa tidak perlu (atau merasa tidak siap) untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja akan ditemui di dasar sana. Frau telah merasa cukup untuk kembali melihat sosoknya dari jauh. Frau merasa lega masih bisa bercerita dengan bumbu tawa yang masih sama renyahnya seperti yang terakhir ia dengar. Frau merasa cukup untuk tau bahwa keduanya masih diam-dam saling mengamati dunia yang kini digeluti masing-masing.

Perpisahan menjad hal yang biasa, jarak yang terbentang pun akan menjadi hal yang sama.

Dua anak manusia menyudahi malam dengan penuh cerita, meski Frau masih menyisakan beberapa tanya, ia memutuskan untuk pulang tanpa mencari jawaban dari pertanyaannya yang masih bersarang di kepala. Keduanya saling mengucap syukur atas pertemuannya hari ini, atas segala cerita dan jawaban yang mungkin sudah lama dicari. Dibungkus rapat-rapat dan dibawa pulang.

Pada akhirnya mereka hanya menciptakan cerita dengan segenap rasa.
Mereka saling mengerti, mereka pun saling membatasi.

Sampai jumpa lagi.

Frau menatap langit yang cerah, purnama.
Frau membuka kacamatanya, mengusap ujung mata yang mulai basah.

No comments:

Post a Comment