9/17/2019

Merbabu: pertama setelah sekian lama

Aku selalu yakin, dalam sebuah perjalanan pasti ada momen dimana kita berbicara ke dalam diri kita sendiri.

Aku bersyukur akhirnya bisa melakukan perjalanan di alam bebas lagi beberapa waktu lalu setelah banyak sekali hal yang dilalui satu setengah tahun kebelakang: perpisahan, pertemuan, perpisahan lagi. Waktunya kabur sejenak dengan diri sendiri sambil menikmati pemandangan yang tidak setiap hari dilihat. Merbabu 3145 mdpl menjadi destinasi perjalananku kali ini, sebuah gunung dengan pemandangan sabana yang indah terletak di Jawa Tengah. 


Merbabu adalah angan, empat tahun lalu seorang teman pergi ke atas sana dan menikmati sabana nya terlebih dulu. Aku sempat menuliskannya di halaman ini, meyakini diri sendiri bahwa suatu saat akan pergi ke sabana yang sama. Entah kapan. Ternyata afirmasi itu merasuk ke alam bawah sadar dan terus tidak sengaja selalu diyakini. Empat tahun kemudian, saat aku pulang dari penugasan Indonesia Mengajar dan masih dalam fase in between jobs, tawaran untuk bertualang datang dari teman yang sama, yang empat tahun lalu pergi kesana. Tanpa banyak wacana, langsung lah aku dan temanku merancang manajemen perjalanan yang paling efisien.

Kami melakukan pendakian tanggal 9-10 September 2019 dengan titik kumpul Semarang (temanku stay di Semarang 2 orang) pada tanggal 8 September. 

Dari Jakarta menuju Semarang, aku memilih untuk menggunakan kereta api karena waktu tempuh relatif singkat, nyaman, aman, dan relatif murah. Berpergian dengan kereta api jarak jauh sendirian itu cukup menyenangkan bagi seorang introvert sepertiku dan aku selalu menyukai waktu sendiri untuk memikirkan apapun yang terlintas di kepala. Aku menggunakan kereta Argo Bromo Anggrek dari Stasiun Gambir pukul 09.30 dan sampai di Stasiun Semarang Tawang pukul 14.59. Disana teman-temanku sudah menunggu.

Kami sempat membeli beberapa logistik untuk pendakian di Semarang, lalu kami langsung pergi menuju Basecamp Selo dan memilih untuk bermalam di Selo, tujuan utamanya untuk aklimatisasi terlebih dahulu sebelum pendakian keesokan harinya.

Lagi-lagi aku selalu menyukai road trip. Perjalanan 2 jam menuju Selo cukup menyenangkan karena dilalui bersama teman-teman yang cukup lama tidak ditemui, playlist lagu yang cukup membuat satu mobil bernyanyi, bayangan gunung Merapi dan Merbabu yang terlihat di jalan tol, serta pemandangan sore dengan matahari bulat sempurna yang akan tenggelam. Hal-hal sederhana seperti itu membuatku sangat senang.

Di Selo, banyak homestay yang bisa disewa oleh pendaki. Harganya relatif murah. Aku dan teman-teman sebelumnya sudah booking 2 kamar di Homestay Nuansa Baru milik Pak Salip seharga 150k per kamar. Malam itu kami re-packing untuk pendakian besok. Yang melegakan dari perjalanan kali ini adalah, aku merasa aku lebih efisien dalam mempersiapkan logistik  pendakian. Pengalaman sebelumnya mengajarkan banyak hal yang bisa diperbaiki di perjalanan kali ini.

Keesokan paginya, kami bersiap untuk ke basecamp pendakian. Jarak dari homestay kami sekitar 15-20 menit menggunakan ojek seharga 20k. Ojek tersebut bisa dipesan melalui homestay. Sangat praktis. Aku cukup kaget dengan medan menuju basecamp karena se-nanjak-itu jalanannya. Untuk naik motor, bawa carrier, dan jalanan curam, butuh keseimbangan yang benar-benar seimbang.

Sesampai di basecamp, kami melakukan pendaftaran ulang (sebelumnya harus daftar simaksi online). Ternyata ada kebijakan baru di Merbabu, dimana sebelum mendaki, semua barang di dalam kerir dibongkar ulang untuk kemudian didata apa saja yang dibawa mendaki. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pendaki menggunakan dan membawa alat safety yang cukup dan memastikan sampah ketika nanti pendaki turun sesuai dengan catatan yang dicek sebelum memulai pendakian. Jumlahnya benar-benar harus sama. Kalau sampahnya kurang? sanksi moral aja sih. Tapi ini akan membuat pendaki lebih aware dengan sampah mereka. 

Setiap regu akan diberikan 1 bracelet yang ditanam chip. Sayangnya aku lupa mengambil gambarnya. Alat itu berfungsi untuk melacak keberadaan pendaki jika ada situasi darurat dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Aku cukup lega, setelah sekian lama tidak mendaki gunung, sekalinya naik gunung lagi banyak sekali kebijakan baru yang membantu pendaki agar lebih aman dan lebih sadar akan kondisi lingkungan yang dihadapi.

Akhirnya setelah menyelesaikan administrasi dan melakukan stretching ringan, kami memulai pendakian pukul 09.30. Sebelum melakukan perjalanan ini, tentu aku melakukan riset terlebih dahulu bagaimana kondisi trek yang akan dilalui. Banyak sumber mengatakan bahwa jalur Selo adalah jalur landai nya Merbabu meski ada beberapa titik yang butuh effort lebih. Jadi yang tertanam dalam benakku adalah "landai". Dan landai yang terbayang dalam kepalaku adalah landainya trek semeru yang memang sesantai itu. Ternyata tidaaak. Trek Selo tidak se slow itu, kawan. Cukup menanjak dan menanjaaak. Ditambah lagi kondisi Merbabu saat itu sedang sangat kering dan berdebu akibat kemarau panjang.

Pos 1
Jika memilih Jalur Selo, kita akan melalui 3 pos sebelum sampai ke Sabana 1. 
Dari Basecamp pendakian menuju Pos 1 adalah trek terpanjang dengan waktu tempuh 2,5 jam. Treknya cukup variatif, landai, landai menanjak, batuan tangga. Vegetasinya masih rapat. Meski begitu tetap saja kering. Selnjutnya Pos 1 menuju Pos 2 dapat ditempuh selama 30 menit-1 jam. Di trek ini mulai ada beberapa titik tanjakan yang cukup menguras tenaga karena beneran nanjak. Sepanjang jalan ini pun vegetasinya sudah tidak terlalu rapat sehingga cahaya matahari dengan nyata memaparkan sinarnya. Beruntungnya kami, saat pendakian, matahari tidak terlalu terik.

Salah satu tanjakan antara Pos 1 - Pos 2

Setelah Pos 2, perjalanan dilanjutkan ke Pos 3. Perjalanannya lebih mendaki lagi. Waktu tempuhnya 1 jam. Tidak perlu terburu-buru. 
Ada yang lucu di trek Pos 2 menuju Pos 3. Dalam pendakian ini, saya membawa carrier 45L. Untuk pertama kalinya. Biasanya saya dimanja hanya membawa Futura 28 dengan santainya. Di saat bersamaan, teman saya yang biasanya bawa 'kulkas', kali ini hanya bawa Futura 28. Ada seorang pendaki yang turun dari puncak menuju basecamp dan berpapasan dengan kami. Ia bilang, "gak salah tuh, mbaknya bawa yang besar, mas nya bawa yang kecil?"

Aku dan temanku tidak langsung merespon, hanya tersenyum. Lalu temanku merespon "gak selamanya perempuan lebih lemah". Dan saya gemas ingin menambahkan "gak selamanya juga laki-laki harus menopang lebih berat, Mas". Lalu kami tertawa. Bagiku tidak ada bedanya laki-laki dan perempuan dalam urusan  ini. Selagi perempuan masih kuat, kenapa harus manja?

Kabut di Pos 3
Kami sampai di Pos 3 pukul 14.30an. Cuacanya mulai berkabut dan jarak pandang semakin dekat. Seharusnya dari titik ini kita dapat melihat Merapi yang cantik, tapi karena kabut, tidak terlihat. Kami cukup lama beristirahat di Pos 3, menyiapkan mental untuk melalui trek Pos 3-Sabana 1 yang....super nanjak. Untungnya sedang berkabut, jadi tidak begitu terlihat jelas securam apa tanjakannya. Di titik ini vegetasinya semakin sedikit bahkan tidak ada yang menutupi. Hal ini juga membuatku tidak punya pegangan kanan kiri ke akar atau ranting pohon. Perjalanan Pos 3-Sabana 1 dihabiskan lebih dari 2 jam. Karena bagiku itu trek terberat. Butuh keberanian dan menghilangkan keraguan akan pilihan pijakan. Licin karena berpasir tipis. Aku rasa jika ada webbing akan lebih memudahkan, tapi sayangnya hanya di satu atau dua titik yang webbingnya masih terpasang dan bisa digunakan.

Aku tau, disini mentalku tempe banget karena tanjakannya kayak gitu. Sampai Iky bilang untuk mengaplikasikan strategi mendaki Mahameru waktu itu 20 langkah 10 hitungan break. Ternyata cukup efektif! Aku jadi terbayang si pencetus startegi itu waktu ke Mahameru. Mas Ibooor! 
Aku coba dengan 20 langkah 5 hitungan break. Lumayan enak.

Akhirnya sampai di Sabana 1 Pukul 16.30! Legaaa banget rasanya. Berhasil melawan semua ketakutan dan ke-mental tempe-an ku. Disini juga keren banget ada cctv nya yang bisa dicontrol dari basecamp pendakian. Oh iya, pendaki hanya boleh camp di Sabana 1, tidak di Sabana 2.

Kami mendapatkan spot camp yang menurutku eksklusif. agak naik ke atas sebelah kanan. Pemandangan pagi hari langsung sunrise. Tidak ada tenda lain di dekat tenda kami. Tanpa istirahat terlebih dahulu, laki-laki mulai membangun tenda dan perempuan membuat makanan dan minuman hangat. Setelah tenda selesai dibangun, semua orang wajib mengganti baju kering untuk menghindari kedinginan atau sampai hipotermia.

Pendakian kali ini menunya mewah. Untuk makan malam kami masak nasi, nugget, sosis, perkedel kentang (instan) dan sayur sop! Tapi kemewahan ini hanya ada dikepalaku karena satu yang paling penting gagal dimasak dengan sempurna. Nasi. Nasinya gagal! Hahaha. Diantara kami memang gak ada yang bisa bikin nasi di nesting. Di pendakian-pendakian sebelumnya selalu ada Faatih dan Fadhil yang bisa diandalkan. Padahal aku udah belajar loh sebelum berangkat, tapi tetap gagal. Dan ini menjadi evaluasi pertama untuk diperbaiki sebelum perjalanan selanjutnya, entah kemana dan kapan.

Tapi sisanya jadi kok. Karena merasa bersalah dengan nasi yang gagal, akhirnya perkedel kentangnya ditumis tipis-tipis supaya jadi mashed potato... enak guys bener deh. Meski tanpa nasi, setidaknya kebutuhan karbohidrat tercukupi dari mashed potato haha. Setelah makan, ngobrol, dan ngabodor secukupnya sebagian dari kami memilih istirahat, saya memilih untuk berkeliling sebentar dan mengambil beberapa gambar. Karena malam itu sungguh cerah. Bintang bertaburan dan bulan yang masih setengah tapi terangnya tak meragukan.


Pukul 22.00 kami memutuskan untuk istirahat ke dalam tenda. Meski tubuh lelah, saya tidak bisa tidur cepat. Semakin larut, sekitar pukul 23.00 atau 23.30, tiba-tiba ada gemuruh dari luar. Angin. Anginnya kencang sekali menembus tenda, saking kencangnya, flysheet di luar sampai terbang-terbang dan saat teman saya mencabut flysheetnya, ia bilang langit cerah, city lights terlihat jelas, hanya angin yang sangat kencang. Badai. Aku pikir angin kencang akan hilang hanya dalam satu atau dua jam. Ternyata sampai keesokan paginya angin tetap kencang dan malam itu dilalui dengan tidak bisa tidur. Bahkan ketika ngobrol dengan pendaki lain, ada yang frame tendanya sampai patah karena angin waktu itu. Whoa!!

Sunrise dari balik tenda
Pagi harinya kami tidak summit, karena memang tidak ada intensi untuk summit. Ditambah lagi kondisi angin yang belum membaik. Kami hanya menikmati sunrise di balim tenda sambil menggigil kedinginan. Seru sih. Hampir terbang. Lalu kami melanjutkan sisa waktu kami di Sabana 1 dengan normal: masak, packing, foto-foto.

Menu sarapan pagi: tumis kornet, ayam kecap, tumis brokoli, dan mie sebagai pengganti nasi. Aku sih sebenarnya menghindari makan mie di gunung, tapi kan kami ga ada yang bisa bikin nasi... jadi mie sebagai pengganti karbohidratnya.


Kami mulai jalan turun dari Sabana 1 pukul 11.00. Kali ini saya balik lagi pakai daypack, temanku yag bawa carrier. Seperti pada umumnya, perjalanan turun tidak (terasa) sepanjang perjalanan naik. Trek turun Sabana 1-Pos 3 tetap menyeramkan tapi bisa dilakui karena mirip-mirip turun semeru. Pilih pijakan pasir yang tebal. Aku sempat jatuh di jalan dari Pos 1-Basecamp yang berhasil membuat celana cobek dan lutut luka tapi baik-baik aja. Kami sampai basecamp pukul 14.00. Kami melakukan pengecekan sampah dan sampahnya lengkap. Hore! 

Kami kembali ke homestay dengan menggunakan ojek dari basecamp. Bisa cari di homestay-homestay dekat basecamp. Kami beruntung kemarin, ojeknya berupa mobil. Jadi enak :')
Setelah sampai homestay dan mandi, kamipun melanjutkan perjalanan kembali ke Semarang dengan tetap menyanyi di jalan. Sesampai di Semarang, aku dapat reward setengah buah semangka merah karena aku berhasil sampai ke Sabana 1 dengan carrier tanpa gantian. Semangkanya ku makan sambil keliling Kota Semarang. Senang.

Perjalanan kali ini memang singkat tapi penuh pelajaran untukku. Menyadari bahwa rasa takut dan ragu bisa datang kapan saja, tetapi diri sendiri lah yang bisa mengontrol dan melawannya. Menyadari bahwa semakin dewasa, semakin kecil pula lingkaran yang dimiliki, maka sebaiknya berfokus pada apa yang bisa dikontrol dan membuat bahagia, bukan sebaliknya. Menyadari bahwa alam adalah sebaik-baiknya teman untuk keberlanjutan hidup manusia, kita hanya meminjamnya dari anak cucu kita, jadi harus dijaga supaya mereka bisa menikmati juga indahnya seperti apa. Menyadari bahwa bahagia itu tetap sederhana, sesederhana semangka merah yang dimakan sambil keliling Kota Semarang sebagai sebuah hadiah. Menyadari bahwa mimpi dan harapan adalah 'bahan bakar' untuk membuat manusia tetap hidup, tetaplah memeluknya, tetaplah mempercayainya, tetaplah percaya terhadapnya karena kita pasti akan sampai kesana. Dan yang terakhir, menyadari bahwa aku harus belajar masak nasi pakai nesting dengan baik dan benar supaya teman-temanku di pendakian selanjutnya bisa makan nasi yang enak.

Aku melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta dengan kereta paling malam dari Semarang KA Argo Bromo Anggrek Luxury pukul 23.30. Dan sepanjang jalan sampai Jakarta aku tertidur. Nyenyak.

Senang. Senang. Terimakasih! Sampai jumpa di Rinjani :)

Merapi dari Merbabu

QUICK TIP(S)
Disclaimer: I'm not a pro mountaineer tapi aku selalu belajar dari setiap perjalanan dan aku juga belajar dari orang lain sebelum saya memulai perjalanan. Aku mau mention beberapa tips yang mungkin berguna bagi siapapun yang baru mau mulai mendaki, khususnya yang mau ke Merbabu.

  • Bagaimanapun juga, mendaki gunung adalah kegiatan minat khusus sehingga persiapannya nggak main-main. Kita perlu persiapkan fisik, logistik, dan mental. Menurutku olahraga sebelum melakukan pendakian itu sangat penting agar tubuhnya gak kaget dan menghindari cidera otot saat pendakian. Aku sudah rutin lari short dan long run tiga bulan terakhir. Untukku lari itu ngaruhnya di napas, gak gampang sesak. Selain itu, bagiku latihan abs juga penting buat dilakukan sebelum mendaki.
  • Pelajari medan yang akan ditemui. Do research, jangan malas. Treknya kayak gimana, ada sumber air nggak, cuaca sedang seperti apa.
  • Buat manajemen perjalanan dengan jelas dan detail: waktu perjalanan, menu makanan, pilihan transportasi, pilihan penginapan.
  • Menu makanan yang jelas bisa membantu kita meminimalisir bawa logistik makanan yang nggak perlu. Nggak ngeberat-beratin dan nggak kebuang juga.
  • Manajemen sampah. Kubur sampah organik dengan baik. Manage sampah non organiknya dengan cara melipatnya rapi-rapi sesuai dengan jenisnya. Contoh: tisu satu tempat, bungkus mie dilipat dan disatukan, bungkus bumbu instan di lipat dan disatukan, puntung rokok satu tempat dll. Lakukan hal ini untuk memudahkan proses pengecekan sampah. Dan jangan sampai gantung sampah di luar carrier karena itu gak keren sama sekali haha. Kemarin aku berhasil menata sampah dan sampahnya bisa disimpan di dalam carrier dengan aman. Setuju kan kalau gunung lebih indah tanpa puntung rokok atau bungkus permenmu?
  • Safety kit itu perlu. Mulai dari sepatu, jaket, rain coat, sleeping bag. Menurut cerita dari salah satu volunteer di TN Gunung Merbabu, banyak pendaki dievakuasi karena mereka sendiri lalai dengan perlengkapan safety nya. Note that.
  • Khusus untuk yang akan ke Merbabu. Sekarang (September) sedang kering dan berdebu. Sebaiknya lengkapi outfit kalian dengan masker, kacamata, trekking pole, dan gaiter.
  • Manjemen air, terutama jika di gunung yang akan didaki tidak ada mata air. Untuk air, lebih baik bawa lebih daripada kurang.
  • Belajar masak nasi ;)


No comments:

Post a Comment