7/16/2021

Thoughts on Nads

Rasanya sudah cukup lama tidak menulis di platform ini. Sebenarnya masih sempat menulis beberapa kejadian penting, tapi selalu berakhir save as draft dan tidak pernah kunjung ter-publish. Beberapa pikiran lainnya hanya sempat dibagikan melalui platform kecil seperti twitter dan instagram. Sebagian lainnya lagi ditulis rapi di dalam jurnal harian. Ada pula beberapa hal yang memang tidak dibagikan, hanya dikelola dan disimpan sendirian rapat-rapat. Semakin dewasa, rasanya semakin mahir diri ini untuk mengelola segala rasa yang ada di dalam hati dan kepala, membiarkannya begitu saja. Beberapa tulisan terlihat begitu vulnerable dan fragile, lebih baik dikonsumsi sendiri karena tidak siap dilihat orang (jika ada yang membacanya) dalam kondisi seterbuka dan seringkih itu.

Entah karena semakin banyaknya peran yang sedang dimainkan sekarang, perubahan dan ritme kehidupan yang begitu cepat,  atau terbatasnya energi yang ada di dalam diri, ada kalanya beberapa momen berlalu begitu saja dengan segala rasa dan emosi yang hadir, tanpa betul-betul selesai dicerna dengan sempurna.

Kali ini, aku mencoba kembali menulis tentang apa yang ada di kepalaku beberapa waktu belakangan. Menulis untuk mengelola semua rasa dan emosi yang bercampur. Karena untuk momen yang satu ini, rasanya perlu ada rekaman yang jelas terkait rasa syukur, rasa haru, ungkapan terima kasih, yang ditujukan untuk seorang teman yang sangat spesial.

Nadia akan menikah.

Tidak ingat momen apa yang memulai pertemanan ini, tapi yang aku ingat sepanjang tahun sejak 2008 sampai dengan hari ini sosoknya selalu ada dari satu momen ke momen lain. Saat duduk di sekolah menengah pertama, aku bertemu dengan sekumpulan teman yang seru. Entah bagaimana caranya, aku yang tidak pernah satu kelas dengan mereka, menjadi anggota pencilan sampai hari ini. Keanehan yang selalu aku syukuri, karena aku punya mereka sampai hari ini dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Nadia adalah satu diantara delapan orang dalam sekelompok manusia itu, dan aku adalah orang ke-sembilan.

Kami masuk ke sekolah menengah atas yang berbeda, tapi alih-alih terpisah dua dunia, kami masih dekat seperti biasa. Masih menyempatkan main di tengah kesibukan. Selanjutnya, Nadia kuliah di UI dan aku di IPB. Semasa kuliah pun kami masih dekat, tidak pernah sekalipun merasa asing meski dunia yang dijalani sangat berbeda. Nadia menjadi salah satu yang paling update tentang kisah cintaku yang selalu menyedihkan ini. Nadia pun selalu bercerita seputar kehidupan percintaannya yang dilalui, tidak se-menyedihkan punyaku, bahkan yang terakhir adalah yang paling pas kelihatannya. Di akhir masa kuliah kami masih sempat lari sore di UI. Selain itu, Nadia juga pernah hadir di tengah aktivitas flag footballku. Waktu itu sedang ada College Bowl UI lalu Nadia datang dan jadi seksi dokumentasi tambahan untuk timku. Kalau dipikir-pikir, ternyata satu sama lain selalu punya ruang untuk saling mengisi. Meski tidak setiap hari, tapi di momen-momen penting, kami selalu mencoba untuk turut hadir. Dan yang terpenting, selalu mendukung segala keputusan-keputusan besar yang diambil.

Selepas kehidupan kampus, Nadia bekerja di Jakarta. Di waktu yang bersamaan, aku pun mulai internship di salah satu kantor. Beberapa kali kami menyempatkan untuk bertemu dan makan "after office hour", memulai kebiasaan sushi talk. Boleh dibilang, Nadia adalah salah satu yang paling pas untuk jadi partner makan sushi. Aku pun punya motto terkait Nadia, "meeting Nadia is a necessity" saking seringnya bertemuNadia menjadi salah satu orang yang paling mendukung keputusanku untuk ikut Indonesia Mengajar. Setahun belakangan ini intensitas bertemu Nadia menjadi lebih sering karena adanya kebijakan WFH. Nadia yang saat itu sedang menyusun tesis, beberapa kali "laptop-an" bareng di cafe andalan kami Dailydose dengan makanan andalanya smore's pie. Bahkan Nadia mengizinkan aku untuk mendengarkan rehearsal sidangnya. Mungkin akan terdengar egois, tapi pandemi lebih mendekatkaku dengan inner circle, termasuk Nadia.

Kalau diminta menuliskan momen apa saja yang pernah dilalui dengan Nadia, rasanya akan menjadi tulisan yang sangaaat panjang dan tidak beraturan, karena terlalu banyak hal yang dilewati dan ingatanku sedang memutar berbagai film tak beraturan berisi berbagai aktivitas yang dilalui bersama Nadia. Dari mulai jokes singkong, sampai dengan random nonton Konser Mocca.

Dalam beberapa hari ke depan, Nadia akan memasuki suatu tahapan kehidupan yang baru. Menikah. 

Masih teringat jelas, sore itu aku dan Nadia lari di UI. Selesai lari, Nadia bertemu Ja'far di Margo. Itu kali pertama aku bertemu Ja'far, senior kampus yang jadi pacar Nadia. Kami bertiga beli Chatime. Setelah selesai beli Chatime, entah apa penyebabnya, Nadia challenge Ja'far untuk melakukan Naruto Running Challenge di dalam mall. Ja'far melakukannya. Sungguh freak. Dan saat itu pula aku yakin bahwa temanku berada di hati orang yang tepat. Syukurnya, keyakinan tersebut terbukti sampai hari ini. Dan beberapa hari ke depan, keduanya akan memasuki level selanjutnya, berkeluarga.

Melihat Nadia sampai dengan tahap ini rasanya... tentu saja bahagia. Bagaimana tidak, berkesempatan menemani seorang teman baik tumbuh melalui berbagai hal, dihadapkan dengan berbagai keputusan, lalu sampailah pada masa di mana ia akan memasuki babak baru kehidupan. Kehidupan sesungguhnya. Senang bisa menemaninya melewati serangkaian proses yang panjang. Sebenarnya, beberapa skenario sudah tersusun untuk menghabiskan hari-hari terakhir Nadia sebelum menikah. Tetapi kondisi pandemi yang semakin tidak terkendali membuat segenap aktivitas yang ingin kulakukan tidak terlaksana sama sekali. Meskipun aku tau, setelah menikah Nadia akan tetap ada di bumi, Nadia akan tetap bisa diajak bertemu, Nadia tetap bisa menjadi teman cerita, tapi rasanya perlu ada "penutupan" yang spesial sebelum Nadia Menikah. 

Maka dari itu, aku mencoba kembali menulis. Merangkai segenap memori yang menari di kepala. Merangkai segenap rasa yang ingin diungkapkan, terutama rasa terima kasih. Terima kasih, Nads.

Terima kasih selama bertahun-tahun menjadi teman yang baik, ada dalam setiap proses pendewasaan, baik dalam suka maupun duka. Menerima segala kondisi, saat berada di titik terbaik, maupun saat terendah. Menjadi one call away saat hati sedang kelabu atau bahkan sedang berpelangi. Selalu menyempatkan hadir untuk mendengarkan cerita. Menjadi teman yang bisa diajak berbagi rencana dan segenap ketakutannya. Terima kasih untuk selalu ada untukku dan teman-teman yang lain. Terima kasih atas warna yang diberikan dalam pertemanan yang panjang ini, atas segala ke-random-annya (contoh: tiba-tiba main ke SMP dan silaturahmi dengan guru-guru). Pasti akan kangen banget dengan segala hal cheesy ini. Glad that we made such those happy memories. Terima kasih sudah mempercayakan segenap cerita untuk didengar dan berbagi banyak hal lainnya. Senang sekali bisa menemani sampai di tahap ini. It's a bit sentimental but I'm glad we are here.

I would be near you if I could, just to see you, and laugh things off. Tapi gak apa-apa, ketika kondisi sudah lebih baik, semoga bisa bertemu, berbagi banyak hal, dan merealisasikan keimpulsifan lu yang panjang dan belum terealisasi itu (ingat pas kita ketemu di Popolo? banyak banget keinginan lu hahah).

Selamat ya Nad, selamat karena selalu mengusahakan yang terbaik. Now let God do the rest. I'm glad you are in safe hands. I am happy for you, I really am. Please be good, sampai kalian tua. I love youuu.


Not the best picture of us two, but I can say that it's my favorite picture with Nads.
Setelah nonton Mocca.

No comments:

Post a Comment