4/18/2016

Juli 2015: Epilog #5

Sebuah perjalanan pasti memiliki kisah dan maknanya tersendiri. Maknanya bukan dilihat dari seberapa tinggi kakimu berpijak, bukan pula dilihat seberapa besar badai yang menerjang. Makna akan timbul dari hati-hati si pemilik cerita dalam perjalanan. Perjalanan ini tidak hanya mengantarkan saya ke "tiga puluh menit sebelum puncak Mahameru", tapi ke ketinggian pelajaran hidup yang tak terhingga, ke rasa sabar yang tak terbatas, ke rasa syukur yang tak terkira.

Saya bersyukur atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi pemilik perjalanan ini. Saya bersyukur atas keselamatan dalam perjalanan ini, dan saya bersyukur atas teman-teman yang membuat saya hidup. Saya bersyukur atas waktu yang benar-benar untuk hidup, waku untuk diri saya dan teman-teman terbaik, waktu untuk diri saya dengan alam, waktu untuk diri saya tanpa urusan kampus.

Kalau dibilang mendaki gunung itu nagih, itu memang benar. Kalau mungkin ada oarang-orang yang kini hobinya mendaki yang berorientasi untuk foto-foto bagus, ya saya juga. Tapi bukan hanya sekedar itu. Saya mendaki, pergi jauh, tanpa sinyal; untuk menemukan inner peace, untuk melihat,  untuk mendengar, dan untuk hidup. Perasaan tenang dan damai. 
Dimana tidak ada asap knalpot, tidak ada bising kendaraan, tidak ada sinyal wifi, tidak ada gemerlap cahaya gedung-gedung kota, hanya ada embusan angin, suara jangkrik, suara renyah candaan kawan seperjalanan, cahaya sederhana dari senter dan cahaya titik-titik jauh di langit.


Rabu, 29 Juli 2015
Setelah perjalanan turun dari "tiga puluh menit lagi menuju Puncak Mahameru", rasa sedih tidak bisa berpijak di 3676 mdpl bukan lagi menjadi sesuatu yang besar. Karena pada mulanya memang bukan puncak orientasi kami, tapi kembali ke rumah dengan selamat, sehat, dan bahagia. Lelah memang, tapi kini menjadi lelah yang dirindu.

Setelah perjalanan turun dan sampai camp kami di Kalimati, kami membersihkan badan yang penuh dengan pasir, tidur-tiduran sebentar, makan, dan packing untuk turun ke Ranu Kumbolo. Kembali. Perjalanan ini hampir usai.

Menuju Ranu Kumbolo dengan jalur yang sama, namun Cemoro Kandang bukan menjadi sesuatu yang menyebalkan lagi, karena yang kemarin berupa jalur menanjak, saat pulang jalur tersebut jadi jalur menurun yang bisa dilalui dengan berlari-larian. Sebelum masuk Cemoro Kandang, saya tetep beli semangka di Jambangan dong.

Setelah keluar Cemoro Kandang, saya dan kawan-kawan bersantai di pintu Cemoro Kandang atau di ujung Oro-Oro Ombo. Beristirahat dan berfoto.


Oro-Oro Ombo.
Dulu saat kuliah tingkat 1 dan masih di asrama, saya dan teman-teman satu tingkat lainnya disuruh menuliskan seratus mimpi. Dan saya menuliskan "Oro-Oro Ombo" di poin ke-6. Saya memang ingin sekaliii pergi ke Oro-Oro Ombo, ternyata cita-cita poin enam itu terkabul dua tahun setelah dituliskan. Terharu. Bahkan saya dikasih bonus sampai "tiga puluh menit sebelum puncak Mahameru". Saya jadi semakin percaya bahwa jika kita berani menuliskan mimpi, mimpi itu akan terwujud. Jika kita mau berusaha. Karena mewujudkannya tidaklah semudah menuliskannya.

Yang saya pikirkan saat saya di Oro-Oro Ombo pada perjalanan pulang yaitu, kok bisaaa ya sampe nyaris puncak. Bahkan sampai hari ini saya menuliskannya, saya masih terpukau dengan kenyataan bisa juga ya sampai sana. Dan kita memang harus mempercayainya. Harus.

Melanjutkan perjalanan Oro-Oro Ombo ke Ranu Kumbolo, kali ini saya mencoba untuk bertukar tas dengan Iky, saya biarkan iky mengenakan daypack 28 L saya, dan saya membawa carier 75 L nya iky. BERRRRAAAAT. Dan terlihat seperti kulkas di badan saya. Oh jadi ini beban yang dia pikul selama perjalanan. Dimana isinya adalah tenda tempat kami tinggal, ada juga sleeping bag yang dititip karena tas yang perempuan penuh. Makasih iky atas kulkasnya.


Sampai di Ranu Kumbolo menjelang sore, kami disambut Abdi dkk yang menunggu di Ranu Kumbolo selama kemarin kami di Kalimati. Disuguhi teh manis hangat rasa Ranu Kumbolo yang kini dirindukan.

Malam terakhir di Ranu Kumbolo.
Terimakasih Ranu Kumbolo.

Kamis, 30 Juli 2015
Pagi itu menjadi pagi terakhir kami di Ranu Kumbolo dan pagi itu menjadi pagi dengan sebuah pesta sarapan a. k. a. menghabiskan sisa logistik makanan. Tidak seperti hari-hari yang lalu, pagi itu kami makan bersama semua rombongan. Berbincang tentang perjalanan tiga hari kemarin, rencana kepulangan saya dan teman-teman dari bogor, dan tentunya ada obrolan mengenai rencana-rencana perjalanan selanjutnya yang semoga terkabul.



Ini sungguhan hari terakhir, dan waktu kami di Ranu Kumbolo dibatasi sampai jam 10 pagi saja agar nanti sampai ke Ranu Pani nya tidak terlalu sore.

Pamit, Ranu Kumbolo

---

Perjalanan pulang melalui jalur yang sama seperti perjalanan berangkat, awalnya lelah dan terengah-engah sampai Pos 4. Tapi jika berjalan lebih lambat, saya akan lebih lelah. Saya memutuskan untuk jalan di depan, disusul Iky dan tiga orang teman lainnya. Satu kali saya hampir jatuh, dan satu kali saya beneran jatuh bersimpuh. Mungkin sudah lelah dan tidak fokus. Fokus harus tetap dijaga.

Setelah kembali mendaki bukit-bukit kecil, jam tiga sore kami keluar dari hutan-hutan dan melihat ladang! Sampai. Sebentar lagi kami akan melewati plang 

Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru
Selamat Datang
Para Pendaki Gunung Semeru

yang artinya kami sudah sampai di titik nol permulaan perjalanan, yang artinya kami sampai dan telah menyelesaikan perjalanan. Legaaa rasanya. Alhamdulillah.

Satu hal yang saya cari setelah turun dan sampai di Pos Ranu Pani adalah... ES TEH MANIS. Sama seperti pada waktu itu turun dari gunung gede. Alhamdulillah saya menemukan warung yang menjual es teh manis, dan saya langsung pesan dua gelas. Hahaha. Segar.

Setelah semua sampai di Pos Ranu Pani, setelah semuanya melepas lelah dengan meluruskan kaki, setelah lapor ke pos pendakian, dan karena mobil yang menjemput kami sudah tiba sejak tadi, maka kami pulang. Kembali ke Lumajang.

Terimakasih Semeru.

Kembali pulang ke lumajang, setelah itu kembali pulang ke Jakarta, dan dilanjutkan perjalanan ke Bogor. Perjalanan ini telah usai. Dan akan dikenang manis oleh para pemilik perjalanan ini. 

Terimakasih Semeru, suatu saat kami akan kembali.

Keesokan harinya, saya, Iky, Ninis, dan Fadhil bertolak ke Malang untuk kemudian pulang ke Bogor. Sayangnya kami tidak pulang dengan satu kereta. Saya dan Ninis pulang terlebih dahulu mengejar jadwal keberangkatan ke Malaysia untuk menghadiri workshop dari YSEALI dan Techstars dua hari kemudian.

"In every walk with nature,
one recieves far more than he seeks."

Semeru UNLOCKED


Related Post:


Teruntuk Rizky Varian Gunawan, Fadhil Bayu Pratama, Anggieta Januariska Sofyan, dan Nisrina Chairunnisa beserta rombongan besar lainnya, semoga tulisan ini bisa membangkitkan ingatan kita tentang perjalanan Semeru, Juli 2015. Semoga cita-cita perjalanan dan pendakian selanjutnya dapat direalisasikan. Untuk pendaki Semeru setelah kami, jagalah Semeru beserta keindahannya. Tidak perlu menambah hiasan sampah plastik disana, ia sudah indah tanpa ornamen tersebut.

Kepada Gita dalam perjalanan-perjalanan selanjutnya, semoga kamu bisa terus menemukan dirimu dalam perjalananmu, semoga kamu bisa menemukan makna dalam perjalananmu. Melangkah lebih, melihat lebih, mendengar banyak, dan benar-benar hidup. Semoga kakimu tidak berhenti melangkah. Have fun and be safe.

Sampai jumpa ada catatan perjalanan selanjutnya.

No comments:

Post a Comment