Selasa, 28 Juli 2015
23.30
Setelah tidur yang lebih cepat dari biasanya, segala rasa campur aduk dalam hati untuk menyambut waktu bangun tidur kali itu. Puncak. Mahameru.
Bangun tidur dan bersiap memakai pakaian 2 lapis, jaket ternyaman dan terhangat, celana terbaik, sarung tangan hangat, gaiter lucu berwarna pink, sepatu ter-fabulous. Mengambil treking pole. Mengalungi tas dengan perbekalan pribadi. Air minum satu botol, choki-choki beberapa bungkus. Gula merah beberapa potong. Snickers. Kamera. HP. Kacamata. Saya siap.
Keluar dari tenda dengan keadaan menggigil, dipaksa untuk menggerak-gerakkan badan supaya hangat. Semua telah bangun. Berkumpul. Melingkar. Ibor, salah satu anggota perjalanan ini memulai persiapan. Membagi kami semua ke dalam tiga tim. Membagi tiga perempuan yang akan ke Mahameru ini ke dalam tiga tim. Saya satu kelompok di tim 2 bersama Iky dan Fadhil.
Berdoa. Meminta kepada Pemilik Alam Semesta untuk senantiasa mengantarkan kami, menguatkan kami, menjaga kami. Semoga kami selamat sampai kembali. Kami siap.
Perjalanan awal memasuki hutan, trek nya kali itu benar-benar menanjak, berbeda seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan ini lebih menanjak dari Cemoro Kandang. Lelah pasti, tapi trek menanjak itulah yang akan mengantarkan kami ke tempat yang lebih tinggi, tempat yang lebih dekat dengan langit. Tempat yang akan menjadi salah satu tempat terbaik yang pernah dikunjungi oleh siapapun yang menginjaknya. Kadang ketika beristirahat, saya bersandar ke pohon. Lelah, ngantuk, dan udara dingin adalah perpaduan yang pas untuk tidur. Kadang saya merem pas istirahat. Kemudian dipukul-pukul Iky supaya tetep sadar dan gak tidur karena hal itu bisa menyebabkan kematian. Iky tidak mau saya mati.
Setelah tiga jam berjalan, sampailah kami di batas vegetasi, Kelik. Jika dilihat dari google maps, Kelik lah batas antara warna hijau dan abu-abu di Mahameru. Tidak ada lagi pepohonan. Setelah kelik, jalur pendakian semakin berat. Pasir. Kerikil. Batu. Jadi ini rasanya naik tiga langkah, turun dua langkah. Benar seperti apa yang sering disampaikan orang yang pernah mendaki Mahameru. Jalurnya menanjak sekali, tidak terlihat dimana ujungnya. Barisan headlamp pendaki terlihat kelap-kelip sepanjang jalur pendakian. Awalnya saya masih kuat, sampai pada satu titik akhirnya capek juga, tapi semangat untuk menuntaskan perjalan ini dengan selamat akan selalu ada. Saya ditarik-tarik Ibor dan Fadhil hahaha. Saya berat. Maaf ngerepotin. Terimakasih banyak :')
Bertemu banyak pendaki lain, saling menyemangati, ini sangat mengharukan. Kita semua menapaki jalan yang sama, memiliki tujuan yang sama, tapi belum tentu semua pendaki memiliki prinsip pendakian yang sama.
Langit malam itu cerah. Penuh Bintang. Bulan memasuki fase setelah purnama, ia masih terlihat cantik meskipun sudah tidak bulat sempurna. Terang. Setiap selesai 20 langkah, saya pasti tidur-tiduran menatap langit. Stargazing yang sesunggugnya. Dekat sekali dengan langit, tidak ada pohon yang menghalangi, apalagi gedung-gedung seperti di kota. Tidak ada pula bias cahaya dari manapun. Gelap. Tinggi. Dingin. Dan hiasan langit yang menyempurnakan.
Kami terus melangkah, menyemangati, dan selalu berdoa.
Namun semakin mendekati pagi, keadaan berubah.
Bukan semburat orange yang langit tawarkan pada kami pagi itu. Perlahan semuanya menjadi abu-abu. Jarak pandang semakin pendek.
Rabu, 29 Juli 2015
07.44
Kami ditengah badai.
tiga puluh menit lagi mbak! semangat!
nggak keliatan apa apa mas! badai! turun saja!
Sedih memang, bahwa perjalanan yang entah kapan bisa terulang, malah dikepung badai.Tapi itu bukan hal yang harus di sedih-kan secara mendalam dan terus menerus.
30 menit lagi. Kami sudah tinggi. Kami hampir mencapai puncak abadi itu.
Dengan berbagai pertimbangan, terutama menyangkut keselamatan dan nyawa, setelah 17 jam total perjalanan sampai pagi itu, kami harus berbesar hati untuk kembali turun ke Kalimati.
"Gua mau azan di puncak"
keinginan Fadhil azan di puncak pun belum bisa terlaksana pada saat itu :')
selamat pagi, Mahameru
terimakasih untuk segala bentuk pembelajaran
terimakasih untuk teman-teman yang saling menjaga
terimakasih untuk langit semalam yang takkan pernah aku lupaterimakasih untuk air minum yang seperti air es tanpa harus masuk kulkas, kau tau aku sangat suka dengan air dingin? terimakasih sudah menyuguhkan ku minuman paling enak selama pendakianterimakasih Fadhil untuk menarik-narik ketika saya sudah mulai lelahterimakasih Anggieta dan Ninis perempuan-perempuan hebat yang selalu mendukung dan menyemangatiterimakasih Iky yang udah pukul-pukul kalo tidur sehingga saya tidak 'lewat' di gunung, yang udah bikin yakin dan percaya...ya tuhan, semoga suatu saat nanti, kami bisa kembali
---
Habis bertemu teman nebeng paling mahal, dia cerita banyak tentang random things di depan pagar rumah.
Kemudian saya jadi teringat dengan chapter-chapter yang masih tersimpan di draft menunggu kapan di-post penulisnya.
Kemudian saya jadi teringat dengan chapter-chapter yang masih tersimpan di draft menunggu kapan di-post penulisnya.
Kerennnn Gita. Kalau kau kembali lagi kesana nanti semoga kita bisa brtemu. :)
ReplyDelete