2/28/2016

Juli 2015: Perjalanan Kalimati #3

Selasa, 28 Juli 2016

Selamat Pagi Ranu Kumbolo!

Saya bangun  pukul 05.30, sudah banyak yang beraktivitas di luar sana. Menurut saya ini sudah terlambat dari jam seharusnya saya bangun kalau mau menikmati perubahan yang sempurna dari gelap ke terang. Menanti sinar matahari hadir diantara dua bukit yang mengapit Ranu Kumbolo. Gemetar akibat kedinginan pun perlahan hilang seiring dengan sinar mentari yang menghangatkan.


Pagi ini dihabiskan dengan menikmati matahari terbit. Sebelum hari ini dilanjutkan dengan perjalanan yang menakjubkan berikutnya.
Setelah puas melihat matahari terbit, mengambil foto di sekitar Ranu Kumbolo, kami harus segera makan dan packing.


Dari rombongan besar, grup kecil mas Abdi tidak ikut ke Kalimati, mas Abdi menetap di Ranu Kumbolo sampai dua hari kedepan.
Sekitar pukul 10 pagi, kami sudah siap untuk melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya: Kalimati.
Kalimati berada di ketinggian sekitar 2700 mdpl dengan total perjalanan dari Ranu Kumbolo sekitar 3 jam. Dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati, kita harus melawati Tanjakan Cinta, Oro-Oro Ombo, Cemoro Kandang, Jambangan, lalu sampailah di Kalimati.
Pemandangan selama perjalanan menuju Kalimati lebih indah, menurut saya. Bukan lagi hutan dengan pohon-pohon rapat, tetapi...padang verbena dan hutan cemara.

--

Siapa yang tidak tahu Tanjakan Cinta dengan mitosnya yang pasti diketahui oleh setiap pendaki Gunung Semeru. Katanya sih, kalau kita mendaki tanjakan yang katanya lagi bentuknya mirip hati, tanpa menoleh ke belakang dengan memikirkan si dia yang diidam-idamkan, kelak kita akan mendapatkan si dia alias si dia jadi jodoh kita.
Percaya?
Saya sih, pengen coba peruntungan itu. Sejujurnya waktu itu saya lagi gak naksir sama siapa-siapa. Bingung. Mau mikirin siapa. Tapi akhirnya saya mikirin seseorang. Dia.
Sebelum nanjak, saya berdoa dulu. Semoga lancar nanjaknya, gak menoleh ke belakang. Fadhil sudah melaju duluan. Beneran melaju. Ga menoleh. Minim istirahat. Kayaknya pengen banget punya pacar si Fadhil. Di belakang Fadhil, ada Iky, dia sih udah punya pacar jadi ga peduli mau noleh atau enggak. Di belakang iky ada saya, yang berusaha keras untuk nanjak tanpa menoleh ke belakang. Ninis dan Anggieta jalan santai sambil sesekali menoleh ke Ranu Kumbolo, mereka udah punya pacar jadi tujuan mendaki tanjakan cintanya jelas beda.

"Oi Ranu Kumbolo bagus banget kalo diliat dari Tanjakan Cinta! Nyesel loh gak liat." Kata Anggieta menggoda.
"Nanti turunnya lewat sini lagi kan? Yaudah nanti aja liatnya pas turun." Kata Fadhil mantap, demi si dia yang ada di pikirannya.

Saya pun tidak tergoda dengan godaan Anggieta, saya setuju sama Fadhil.
Tiga per empat tanjakan sudah dilewati dengan khusyuk, tanpa menoleh ke belakang. Saya menyusul Iky. Iky juga rajin menggoda, supaya saya gagal. Sampai detik itu saya tidak tergoda. Detik berikutnya, Iky iseng pakai trekking pole nya ke kaki saya. Saya refleks mau menoleh. Seketika itu saya teriak. Iky hampir menggagalkan perjuangan tanjakan cinta. Saya menganggap yang barusan bukan meoleh ke belakang.  Saya langsung ngebut sampai puncak Tanjakan Cinta, menyusul Fadhil yang udah istirahat dibawah pohon. Entah berapa derajat kepala saya hampir nengok tadi, yang jelas saya menganggap saya ga menoleh. Saya berhasil.

Sepuluh menit yang berat. Berat mempertaruhkan cinta. Cinta yang seperti apa tidak tahu. Yang jelas Tanjakan Cinta melelahkan.

Setelah merasa cukup dengan istirahatnya, kami melanjutkan perjalanan. Saya tau apa yang ada di balik bukit ini. Oro-Oro Ombo! Padang luas yang kalau kita singgahi di bulan Mei-Juni, pasti warnanya ungu. Padang (yang seharusnya) berwarna ungu itu sering disalah artikan bahwa tanaman yang memenuhi padang tersebut adalah Lavender. Padahal bukan. Verbena brasiliensis namanya. Warnanya ungu (seharusnya). Boleh dibawa pulang. Tanaman ini bersifat invansif, jadi hati-hati kalau membawa pulang, jangan sampai tercecer di jalan karena tumbuhan ini bisa tumbuh dimana saja dengan mudah dan dapat menggeser habitat asli ekosistem di sana.

Di ujung Oro-Oro Ombo, terdapat pos Cemoro Kandang (ada penjual semangka juga! kali ini ada semangka kuning juga), pintu masuk hutan cemara. Pejalanan berikutnya. Total waktu yang dibutuhkan dari Ranu Kumbolo sampai Pos Cemoro Kandang adalah tiga puluh menit.


Perjalanan selanjutnya adalah Cemoro Kandang. Seperti namanya, hutan cemara. Jalannya menanjak. Berdebu. Terik. Kami terengah-engah. Jalan konstan pelan demi menghemat energi dan napas. Sepuluh langkah, break. Dua jam menyusuri hutan cemara, akhirnya sampai juga di tanjakan terakhir kemudian keluar dari hutan cemara. Datar. Pemandangan puncak di hadapannya. Sampai di Jambangan. Dan ini yang paling nikmat, semangka.  Semangka paling nikmat karena Cemoro Kandang melelahkan sekali.

 


Dari Jambangan, kami tahu bahwa tinggal sedikit lagi mencapai Kalimati. Dan dari Jambangan, kita bisa melihat dengan jelas... Mahameru.

Sekitar pukul 1 siang kami sampai Kalimati. Beristirahat. Membuat tenda. Membuat makan. Lurusin kaki. Tidur-tiduran. Fadhil cari air ke Sumber Mani.
Di Kalimati, sumber air terdekat ada di Sumber Mani. Jaraknya sekitar 1 jam pulang-pergi.

Di kalimati kami benar-benar harus tidur lebih cepat dan beristirahat banyak untuk perjalanan selanjutnya. Perjalanan yang paling berat. Perjalanan yang akan membawa kita ke sebuah pembelajaran yang paling berharga. Tentang sifat manusia, nyawa, dan tentang perjalanan itu sendiri.

----

apa efek dari tanjakan cinta yang saya anggap berhasil itu?
tidak ada. setidaknya sampai hari ini. tidak tahu kalau besok akan bagaimana.

1 comment: