Halo, 8 Mei.
Sedih rasanya beberapa waktu belakangan ini hanya bisa menulis sedikit lalu menyimpannya dalam draft. Rasanya banyak sekali yang ingin diceritakan dan dibagi. Tentang banyak hal. Kesibukan yang menyita waktu, ulang tahun ke-20, April yang berlalu begitu saja, senin-rabu pukul 16.00 yang selalu menjadi obat dan vitamin, pergi pagi pulang malam yang entah menghasilkan apa, rasa jenuh, rasa ingin pergi, rasa ingin mengurung diri, rasa ingin mengadu kepada siapapun yang sekiranya mau mendengar segala bentuk cerita yang meluap-luap ingin dikeluarkan dari dalam hati. Ingin bebas.
Mempertahankan memang sesuatu yang tingkat kesulitannya lebih tinggi daripada mendapatkan.
Mulanya coba-coba, saat benar-benar ada di dalamnya, bukan nyaman yang di dapat tetapi rasa bosan yang melanda. Tidak ada tempat berpijak yang kuat. Tidak ada alasan yang tepat untuk bertahan di dalamnya, selain 'menjalankan sebaik-baiknya karena ini tugas saya'. Ketika menyelesaikan satu langkah kecil, mulai lagi langkah berikutnya. Apakah bangga? Tidak begitu.
Jika pada hari itu saya mencoba untuk mencari rumah, hari ini saya kembali bertanya kepada diri saya sendiri, apakah yang telah saya temukan ini adalah rumah? Bukan.
Ini bukan rumah. Mungkin bisa disebut ini sekolah. Tempat belajar, belajar mendewasakan diri. Bisa kan?
Tapi yang saya tau, sekolah adalah tempat yang lebih menyenangkan daripada tempat ini.
Ini sama sekali tidak menyenangkan.
Melelahkan, iya.
Satu hal yang paling saya tidak sukai adalah mengeluh.
Saya tau, mengeluh tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Saya tau, mengeluh tidak akan pernah meringngankan beban.
Yang saya tau, mengeluh malah semakin memberatkan beban.
Yang saya tau, mengeluh akan membuat masalah semakin terlihat sulit dipecahkan.
Tapi saya sadar, yang sedang saya lakukan adalah mengeluh.
Biarkan saya terus mengeluh.
Sedikit lagi.
Banyak hal yang tersita karena kesibukan yang entah ini jelas atau tidak, tapi dimata saya kesibukan yang sedang dijalani saat ini tidak semuanya jelas. Saya semakin jarang baca buku-buku bagus, saya semakin sulit internetan, baca-baca artikel, atau nonton video-video di youtube. Saya semakin jarang membuka blog. Saya sudah lama tidak main bareng teman-teman saya. Saya jarang tidur dengan nyenyak. Saya tidak pernah jalan-jalan. Saya jarang ada di rumah. Yang paling parah, saya jadi tidak pernah belajar padahal nilai UTS saya jauh dari bagus.
Yang paling saya takutkan adalah satu hal. Saya takut setelah saya melangkah pergi dari tempat ini saya tidak menjadi apa-apa, tidak sedikitpun berkembang, setelah sebegitu berharganya opportunity cost untuk tetap berada di tempat ini.
Boleh saya katakan sesuatu tentang tempat ini?
Saya tidak suka tempat ini.
Baik pintunya, dindingnya, atapnya, jendelanya, halamannya.
Saya tidak suka tempat ini.
Entah, apakah kalimat diatas bisa berubah atau tidak.
Kita lihat saja nanti.
Kenapa saya masih di tempat ini?
Mungkin ada yang bertanya begitu, seperti saya bertanya kepada diri saya sendiri.
Saya hanya menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Meskipun hampir selalu saya mengerjakannya dengan helaan napas panjang tanda saya tidak begitu menyukai tempat ini beserta isinya.
Mungkin ada yang berpikir, buka saja pintunya, lalu pergi yang jauh, dan jangan kembali ke tempat ini.
Tidak semudah itu. Jika tempat ini digambarkan sebuah gedung, maka saya adalah salah satu batu bata dalam dindingnya. Kecil memang proporsi sebuah batu bata pada dinding untuk sebuah gedung, namun apabila salah satu batu bata itu lepas dari dindingnya, maka dinding itu tak lagi sempurna. Dinding itu akan berlubang. Lama-kelamaan dinding itu tidak akan sekuat mulanya. Keropos. Atau mungkin hancur.
Saya tidak ingin membuat tempat yang saya rasa tidak begitu bagus, tidak begitu menyenangkan, tidak begitu indah, juga dilihat demikian oleh orang lain yang masih menggap tempat ini hebat. Maka dari itu saya bertahan.
Bertahan sekedar untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Menjadi sepotong batu bata penyangga dinding gedung. Biarlah batu bata tersebut yang tahu seberapa bebannya.
Tetap bertahan meskipun selalu diselingi dengan helaan napas panjang.
Tetap bertahan sampai ada batu bata lain yang bisa menggantikan posisinya.
Tetap bertahan sampai ada batu bata lain yang dapat menjalankan tugasnya.
Setiap orang memiliki cara mengeluhnya sendiri-sendiri.
Saya tidak suka menulis sebuah keluhan.
Begitupun mungkin ada juga yang tidak suka membacanya.
Maaf.
Tapi ini menjadi satu dari sekian helaan napas panjang yang berhasil dituliskan dan dipublikasikan. Sisanya biarlah menjadi napas panjang yang tertahan di draft.
Selamat menjalani hari.
Semoga helaan napas panjang berubah menjadi tawa lepas.
Semoga batu bata di dinding itu semakin ikhlas menjalani tugas.
Atau semoga batu bata di dinding itu cepat bertemu penggantinya.
Semoga Gita tidak lelah lagi dan berhenti mengeluh.
Tetap semangat gitaaaaa :-\
ReplyDelete