28 November 2014
Perjalanan 122 km dimulai.
Perjalanan 122 km dimulai.
Agak nekat memang, berpergian jauh dengan mengendarai sepeda motor.
Jogjakarta-Wonosobo, perjalanan dengan sepeda motor.
Kami berangkat dari Jogjakarta pukul 11 siang, bermodalkan sedikit pengetahuan dari Ian, dan sisanya menyerahkan diri pada aplikasi Waze, kami menempuh perjalanan empat jam ini.
Kebetulan hari itu hujan, belum juga keluar dari Jogjakarta, baju kami sudah agak basah. Perjalanan yang seru sekaligus menegangkan.
Jogjakarta - Magelang - Temanggung - Wonosobo.
Karena kita berserah diri pada Waze, alhasil kami diputar-putar melewati jalan perkebunan. Seru sih, jalannya berkelok-kelok, kabut tebal, jarak pandang dekat.
Setelah bersabar melalui perjalanan panjang selama empat jam sejauh 122 km, akhirnya kami bertemu dengan Kimot, teman kami dari Semarang di pos pendakian Gunung Prau.
Kami memiliki rencana untuk mendaki malam hari.
Pendakian malam pertama gue. Awalnya gue selalu takut dan ragu untuk mendaki malam. Tapi setelah pendakian kali ini, terrnyata enak juga mendaki malam.

Kimot, Egi, Ian, Andina + Gita dibalik lensa siap mendaki!
Pendakian dimulai pukul 18.50 via Patak Banteng.
Track pendakian pertama, melewati pemukiman penduduk dan perkebunan penduduk. Jalanan menanjak, tangga semen, tanjakan berbatu yang panjang. Belum apa-apa kami mulai merasa sesak. Napas menjadi pendek. Udara dingin. Masih adaptasi.
Kami terus berjalan, seharusnya memang jangan terlalu banyak istirahat supaya badan yang udah panas, gak dingin lagi, dan harus adaptasi lagi.
Setelah melewati track di daerah pemukiman penduduk, kami mulai naik ke perkebunan penduduk. Tracknya tangga tanah, dengan pegangan bambu. Tanahnya agak basah karena mungkin sudah seharian Dieng diguyur hujan. Sedikit lega karena pas naik enggak hujan, Alhamdulillah.
Track tangga menurut gue bikin kaki lebih cepet pegal, tapi kita harus terus mendaki. Dan sampailah di pos 2! Perbatasan antara perkebunan penduduk dengan hutan.
Track selanjutnya, di dalam hutan. Tanah berbatu. Agak kaget, ternyata tracknya agak terjal, batunya tidak tersusun rapi. Mungkin karena efek hujan atau karena banyak pendaki yang datang ke Gunung Prau, banyak titik-titik di jalur ini yang tanahnya longsor, yang menyebabkan kita benar-benar mendaki. Tangan, kaki, lutut, semuanya bekerja. Ternyata jalannya benar-benar mendaki. Minim bonus track, seriously.
Dari lima orang ini, baru satu orang yang pernah menjelajahi Gunung Prau, Kimot. Orang yang keliatannya urakan, cuek, dan yang-penting-gaya ini. Awalnya gue takut, apa ini jalan yang benar? apa dia inget jalannya? Karena sepanjang pendakian kita gak ketemu pendaki lain, sama sekali.
Ketika melewati beberapa persimpangan, dia selalu diam sejenak, berpikir, kemudian memutuskan. Ketika berjalan, dan melihat muka Kimot agak ragu, gue selalu bertanya, "lu inget jalannya gak mot?" "lu ngerasa pernah lewat sini gak mot?" "waktu itu lu lewat sini?"
Mungkin kekhawatiran gue berlebihan, setelah melweati hutan, sampailah kita di 'ujung hutan', ketika pohon semakin memendek, langit semakin terlihat, cahaya kota semakin terlihat indah, ini jalan yang benar, sebentar lagi puncak! Kami sudah tinggi!
Beberapa kali kami istirahat. Istirahat yang seharusnya gak lebih dari lima menit, supaya suhu tubuh gak dingin lagi, bisa jadi lama banget 15-20 menit. Bukan karena kita kecapeak-an, tapi pas lagi duduk-duduk, liat langit bintangnya mulai banyak... liat bawah lampu kota terlihat indah. Istirahat di pendakian kali ini seru. Lebih seru lagi ketika tiba-tiba Ian dan Kimot juga suka Banda Neira. Gue merasa seperti menemukan sekeping jiwa yang hilang. AAA.
"Eh tanggal 30 gue mau nonton Payung Teduh!!"
"Iya? Dimanaaa?"
"Di kampus dooong"
"Yah di Jogja sih hampir tiap minggu ada Payung Teduh..."
"Mendingan Banda Neira."
"EH! Lu suka Banda Neira juga???"
"Hujan di Mimpi! Hujan di Mimpi!"
"Rindu laaah"
"Enggak ah Hujan di Mimpi"
"Semesta bicara... tanpa bersuara..."
"EH GUE LIAT BINTANG JATUH!!!"
Dan itu adalah bintang jatuh kedua yang gue lihat di ketinggian, dengan mata telanjang. Super senang!
Perjalanan dilanjutkan. Dan kami sampai Puncak, 2565 mdpl hampir pukul 22.00 Yay!!

Setelah mendirikan tenda, ganti baju, masak, makan, kemudian kami istirahat.
Dingin malam itu menusuk. Tapi sekarang, dingin malam itu yang dirindukan.
Waktu menunjukkan pukul 00.30. Matahari pagi menyapa empat setengah jam lagi, saatnya menutup mata didalam stenda, dipelukan sleeping bag, dengan playlist Payung Teduh dari HP Egi. Selamat malam dari ketinggian!
Mata kembali terbuka, tanpa alarm, tanpa suara siapapun yang membangunkan.
Dinginnya terlalu dingin sampai membuat tubuh yang tadinya terlelap jadi menggigil hebat. Pukul 03.30. Sunrise masih lama. Mencoba untuk tidur lagi tapi tidak bisa. Setelah mengenakan pakaian berlapis-lapis untuk menahan dinginnya dini hari yang menembus tenda, gue memutuskan untuk keluar tenda, membiarkan tubuh dipeluk dinginnya pagi. Dingin yang tidak setiap hari dirasakan. Teman-teman yang lain mulai menyusul keluar tenda. Pendaki lain pun sudah mulai beraktivitas. Ada yang menghangatkan tubuh dengan membuat minuman hangat, berlari-lari kecil, atau hanya berdiam menutup jaketnya rapat-rapat.

Sayangnya, pagi itu langit berawan tebal. Golden sunrise yang biasa dicari pendaki tidak nampak namun tidak mengurangi keindahan pagi itu. Langit yang berubah warna. Sumburat oranye mewarnai langit yang lebih timur.
Sekali lagi, sunrise atau sunset adalah bonus. Terpenting adalah perjalanannya.
If you can't see sun's rising, you can see the sky's response.
Selamat pagi dari ketinggian 2565 mdpl.
Dari tempat gue berdiri waktu itu, kita bisa menikmati Gunung Sindoro dan Sumbing yang berdiri mesra berdampingan...




Ini adalah puncak Gunung Prau, Puncak yang saaangat luas dan nampak berbukit-bukit.

daisy
Di Puncak Prau yang super luas, kita bisa melihat daisy dimana-mana super banyak dan tertata cantik. Indah, indah sekali.

Andina from her back. Masih di Puncak Prau yang luas. Menjelajah.


Si sabar dan si angkuh.

Andina, daisies, selfie.
Setelah puas berfoto, bermain, dan menikmati pemandangan yang tidak bisa ditemui setiap hari, kami memutuskan untuk pulang (sebenernya belum puas sih, masih ingin lebih lama berada disana, kami hanya merasa cukup, hu). Berangkat dari puncak menuju basecamp pukul 08.00. Perjalanan pulang terasa lebih berat, track yang berat sehingga tak jarang harus jatuh karena licin dan tidak ada pijakan maupun pegangan yang kuat. Sampai basecamp pukul 10.10. Beristirahat sejenak, berganti pakaian, dan pulang meninggalkan Dataran Tinggi Dieng.
Perjalanan kali ini memang singkat dan bisa dibilang lumayan terburu-buru karena sore harinya kami harus sampai Jogja dan pulang ke Jakarta dengan kereta pukul 16.55 dari Stasiun Lempuyangan Jogjakarta. Tentu saja, kami menikmati perjalanan ini meskipun gue rasa bagian paling berat dari pendakian kali ini adalah: naik motor dari Jogjakarta ke Wonosobo.
Mendaki malam ternyata menyenangkan, kita gak bisa lihat banyak, hanya bisa lihat apa yang ada di depan kita. Hal itu bisa meminimalisir capek yang datang.
Pelarian dari hari-hari membosankan di kampus yang menyenangkan.
Mendaki malam ternyata menyenangkan, kita gak bisa lihat banyak, hanya bisa lihat apa yang ada di depan kita. Hal itu bisa meminimalisir capek yang datang.
Pelarian dari hari-hari membosankan di kampus yang menyenangkan.
Terimakasih kepada Andina, Egi, Ian, dan Kimot yang membantu pelarian ini terlaksana.
Pergi ke alam selalu menyenangkan. Nature never fail you.
Semakin indah, semakin sulit mencapainya.
Kalimat diatas tidak selalu benar. Walaupun pendakian ke prau 'hanya' memakan waktu tiga jam dan track pendakiannya tidak terlalu sulit dan melelahkan, pemandangan yang didapat tidak sepadan dengan itu semua. Pemandangannya jauh lebih indah untuk membayar itu semua.
Ayo ke Prau! Jangan lupa jaga kelestarian alamnya dan bawa turun sampahmu.
Sampai jumpa di cerita perjalanan berikutnya.
Sampai jumpa di cerita perjalanan berikutnya.


Yang terakhir, untuk Sadap Sakiyah, keluarga yang hobi mendaki.
Selamat pagi dari Gunung Prau ketinggian 2565 mdpl, Sadap Sakiyah! Perjalanan dari basecamp ke puncak cuma tiga jam, mungkin kalau kalian yang jalan bisa cuma dua jam karena kalo jalan sama kalian kan istirahaynya gak boleh lama-lama, kalo lama ditinggalin. Puncak gunung ini lebih dari sekedar indah. Luas dan berbukit-bukit, tapi ada juga bagian yang datar, mungkin Iky, Zackry, dan Abi bisa main flag football disini. Disini gak ada edelweis, disini banyak daisy. Segera agendakan untuk datang kesini. Lihat bintang bareng dan menikmati sunrise disini. Dari sini juga bisa lihat Sindoro dan Sumbing, agendakan juga untuk pergi ke sana!
Sebelum Semeru kesana. BERANGKAT!
ReplyDeletefoto lu ga ada git :(
ReplyDelete