Kejadian di kelas hari ini bikin gue lega dan sedikit mikir juga.
Bikin lega karena kelompok buku tahunan gue click, dan ada satu halyang bikin mikir.
Sebagai kelas 3, kelas gue lagi sibuk ngurusin buku tahunan. Dari mulai tema, tempat foto, dan sampailah pada hari ini dimana kelas gue pembagian kelompok foto.
"Woy mau cepet gak?! Kelompoknya mau pilih sendiri atau diundi?!!!"
"PILIH SENDIRIIIII"
Itu yang jadi pilihan gue dan juga beberapa orang lainnya di kelas.
Tapi pada akhirnya kelompok yang terdiri dari tiga cewek dan dua cowok itu begini sistem pemilihannya:
Tiga cewek bentuk kelompok sendiri. Dua cowok bentuk kelompok sendiri. Nah yang diundi itu kelompok cewek yang udah dipilih sendiri dan kelompok cowok yang juga udah dipilih bebas.
Tapi ada kebijakan begini dari ketua kelas gue, namanya Egi, kalo kelompoknya kurang cocok boleh dituker.
Untungnya ada kebijakan seperti itu. Karena kelompok gue yang udah diundi bareng cowok tuh enggak srek-able. Kalau kena urusan undi-mengundi gitu hal kayak gini biasanya sering banget gue alami. Keadaan yang nggak cocok antara satu dengan lainnya. Biasanya sih gue pasrah-pasrah aja walaupun gak cocok gitu. Tapi kali ini, buat buku tahunan, gue pingin pingin yang cocok. Jadi kita pake kebijakan mas-mas ketua kelas gue yang namanya Egi itu yang hobi nya foto-foto buat display picture bbm.
Tragedi ini menimpa 2 kelompok besar atau 4 kelompok kecil. Katakanlah kelompok gue (tiga cewek) adalah kelompok A, dan kelompok B adalah kelompok tiga cewek lainnya. Kelompok gue pengen pasangan sama kelompok cowok yang undiannya berpasangan sama kelompok B. Tapi kebetulan kelompok cowok yang berjodoh dengan kelompok B juga ga mau sekelompok sama kelompok B. Kenapa? Ini ceritanya. Eh, bukan cerita juga sih, tapi hanya analisis sederhana.
Gue tau, sebagai sesama manusia seharusnya kita enggak begini. Seharusnya kan kita gak boleh underestimate each other, harus bisa berteman sama siapa pun. Iya kan? Di kelas gue ada yang sedikit beda. No, not that. Bukan beda seperti yang kalian pikirin. She is mentally and physically good. Tapi, agak freak aja. Kalo orang freak bukan berarti mentally sick kan? Banyak, gue gak bilang semua anak kelas ya, yang menghindari dia. Awalnya sih menghindarnya bercanda-bercanda aja sama temen-temen kelas, tapi kenapa akhir-akhir ini jadi makin serius ya? Gue gak munafik, gue pun suka ikut-ikutan. Begitu pun dengan kejadian hari ini di sekolah, satu kelompok cowok yang diundi dapet kelompok sama dia juga gak mau mungkin salah satu alasannya karna itu. Sampai pada akhirnya gue mikir begini,
apa yang salah sama dia?
Sebenernya, mungkin salah kita (anak kelas, termasuk gue) salah cara kita 'memperlakukan' dia.. We treat her like.... kayaknya tuh dia nggak tau apa-apa dan gak berpikir the way we think. Kita tuh memperlakukan dia kayak anak kecil yang nggak ngerti apa-apa. Padahal dia tuh biasa aja, ya cuma emang sedikit freak. Gue merasa bersalah.
Gue nggak pernah ada di posisi itu selama ini, where the world seems to ignore you. Dan gue berharap hal itu nggak akan pernah terjadi pada gue. Mungkin gue nggak akan kuat.
Apa ini juga termasuk tindakan rasis? Atau malah bully (dari segi batin, bukan fisik)? Atau diskriminasi? Atau apa namanya?
Gue sekolah enggak nyampe empat bulan lagi. Rasanya gue gak mau lulus dalam keadaan begini. Rasanya pengen rangkul semuanya, satu kelas, as good friends. Ya sekarang sih gue belum begitu. Tapi rasanya pengen banget kayak gitu.
Bahkan nggak cuma satu kelas, kalau bisa satu angkatan.
Postingan gue kali ini kayak munafik banget gak sih? Tapi serius deh, itu yang gue pikirin sekarang.
Apa yang salah sama dia?
IPA A loves you sissy...