2010.
Dulu gue punya mimpi. Dan tentu saja gue berusaha keras untuk mencapainya. Orange khususnya.
Orange in particular.
Orange in particular.
Orange
in
particular.
Gue mencoba untuk menerobos sebuah tembok besar dan tebal. Dan gagal. Mungkin usaha gue masih kurang nilainya. Mungkin usaha orang lain lebih keras daripada usaha gue. Mungkin itulah cara terbaik Tuhan untuk mendidik gue, meskipun gue juga belum tau apa baiknya sampai sekarang, mungkin gue aja yang belum sadar dengan kebaikan yang Tuhan tawarkan dengan kegagalan itu. Masih banyak mungkin-mungkin yang lain. Yang nggak akan membalikkan keadaan pada waktu itu, dan sampai sekarang. Satu kegagalan terbesar gue selama 15 tahun gue hidup, pada saat itu. Dan masih menjadi satu kegagalan terbesar sampai sekarang, 17 tahun hidup.
Gue bermimpi, punya kehidupan yang kurang lebih sama seperti seseorang yang pada saat itu gue temui setiap hari. Seseorang yang tanpa ia sadari, cerita-cerita yang ia ceritakan menjadi semangat untuk gue memiliki kehidupan yang kurang lebih sama seperti dia.
Orange.
Teman-teman yang udah kayak keluarga. Ruangan kecil di sudut sekolah. Tempat yang tinggi. Kabut. Samudera di atas awan. Dekat dengan langit. Dekat dengan bintang. Dalam pekat malam. Dalam dekap semesta.
Gue bermimpi, suatu saat akan ada di sana, bersama mereka yang bisa gue sebut keluarga kedua. Teman-teman yang juga menjadi keluarga (walaupun sekarang gue punya mereka, Jagel dan Jawavaaq namanya hahaha). Kira-kira kapan, mimpi gue yang satu itu akan terwujud?
Berdiri disana
bersama mereka yang ku sebut keluarga.