10/25/2012

Thank you, Master.

...yes, this is so sad.
orang bilang kita akan bersyukur akan sesuatu ketika kita kehilangannya.

Bulan Juli lalu, awal kelas 12, gue ketemu sama salah satu orang besar.
Dia adalah guru, motivator, inspirasi, dan trigger buat gue.

Bulan Juli itu pertama kalinya ketemu beliau di dalam kelas. Sebelumnya, udah dua kali lah gue liat beliau.
Pas jadi pembina upacara. Gue masih inget apa isi pidatonya saat itu.
Waktu itu beliau jadi pembina upacara pas upacara pertama angkatan gue, Senin pertama setelah MOS, isi pidatonya kira-kira seperti ini: 

kenakalan siswa itu seperti parabola terbuka ke bawah. kelas 10 masih baik-baik karna mereka punya dua kakak kelas, kelas 11 dan kelas 12. kelas 11 kenakalannya meningkat dan memuncak karena mereka berfikir 'saya punya adik kelas, dan kakak kelas saya sedang takut menghadapi UN'. lalu kelas 12 kenakalan menurun karena mereka takut menghadapi UN.

Dan ternyata, setahun berikutnya beliau kembali menjadi pembina upacara di upacara pertama angkatan bawah gue, Senin pertama setelah MOS. Isi pidatonya sama.

Dan gue menebak-nebak sok tahu kalau di tahun ini (angkatan 2 tahun dibawah gue) beliau juga akan menyampaikan isi pidato yang sama pada upacara pertama, Senin pertama setelah MOS dengan isi pidato yang sama. Eh tapi salah, waktu itu Senin pertama setelah MOS, libur bertepatan dengan bulan Ramadhan. 

Tapi ternyata, pas masuk kelas, beliau kembali bicara tentang hal yang sama.

Yes, khatam tiga tahun mendengar isi pidato yang sama.


Dia menyampaikan ilmu Matematika buat gue, kelas 12 IPA A, dan kelas 12 IPA B.
Diawali dengan perkenalan, gue sangat terkesima sama beliau pada hari itu.
Beliau cerita banyak hal, yang tentunya menyisakan sedikit banyak inspirasi di dalam hati gue.
Di kemudian hari, pertemuan lainnya, beliau mulai masuk ke materi pembelajaran, Integral. Untuk sub-bab awal sih masih bisa. Tapi ketika mulai membahas sub-bab yang lebih dalam, gue agak tertinggal. Tertinggal kenapa? Karna gue masih berpikir primitif, sedangkan beliau mengajarkan kami semua cara yang tidak primitif.

He's cool, bro!

Semakin hari, materi pun menjadi semakin susah. Dan gue semakin gak bisa belum bisa.
Satu bab bisa selesai dalam satu kali pertemuan.
Lalu, dipertemuan selanjutnya pasti ulangan.
Gue stress berat. Gue coba belajar, tapi tetep aja gue primitif.
Rasanya gue kecil banget, sekecil dan seringan butiran debu, kalo gue ada di depan beliau.

He's so big, bro!

Gue memang bukan murid beliau yang expert in math banget. Tapi, gue mencoba sebisa mungkin untuk memberikan seluruh perhatian gue pada beliau dan papan tulis ketika beliau menjelaskan materi. Ya seenggaknya, gue udah gak jago matematika, gue juga gak boleh kurang ajar gitu melengos di kelas gak merhatiin beliau yang lagi bagi-bagi ilmu untuk anak sekelas.

Ada satu pertemuan yang bikin gue seneng banget selama dua jam peajaran matematika. Waktu itu kita 'main' ke lab komputer sambil belajar matriks. Well, labkom pada hari itu terlihat sejuta kuadrat lebih keren daripada biasanya. 
Beliau itu memang menguasai teknologi banget. Gue gak tau namanya apa yang pas untuk menyebutnya.

He's so busy, bro!

Beliau memang sibuk banget kelihatannya. Sepertinya memang banyak kesibukan di sekolah dan kegiatan lainnya di luar sekolah, beliau kadang-kadang gak masuk kelas.
Durhakanya kami sebagai murid, malah senang kalau guru gak ada.

He taught us Ilmu Hitam, bro!

Beliau punya banyak shortcut untuk menyelesaikan problem matematika.
Those shortcuts gak akan ada di buku paket manapun.
Jadi kita harus bener-bener merhatiin beliau.
Kalau kelewat dikit, mehhhh, kepleset deh.
Beliau sering sekali bilang, "Saya paksa anda untuk pintar...!"
Gue dan teman-teman sekelas lebih sering tertawa, hahaha, ketika mendapatkan hasil lewat shortcut dari beliau.
Gue ngerti pada saat itu.
Tapi, pas gue coba ulangi di rumah, blank.
Gue menganggap itulah yang disebut ilmu hitam, di kelas paham, di luar kelas blank.

Gue stress lagi.
Gue malah sampai bertanya;
gue ini harus bersyukur apa malah sial sih ketemu sama bapak ini?

Dan sekarang, tanpa perlu siapapun kasih gue jawaban atas pertanyaan di atas, gue tau jawabannya,
bersyukur!

Apalagi mengingat hanya kelas 12 IPA A dan B yang diajar oleh beliau.
Saya amat sangat bersyukur, ya Allah terimakasih banyak.

He's Asep Zaenal Rahmat

Guru, motivator, inspirasi, bagi semua yang pernah ketemu dengannya.
Dan gue sangat beruntung pernah ketemu dengannya di waktu yang sangat singkat ini.
Mungkin gue memang gak pinter-pinter banget di matematika. Tapi, gue gak mau pertemuan gue dengan Pak Asep sia-sia. Jadi, gue mencuri ilmu lain selain matematika. Tentang hidup, tentang mimpi, tentang rasa percaya terhadap diri sendiri, tentang semangat, dan masih banyak lagi ilmu yang gue curi.

The last day...

The saddest part of today.
Pas lagi pelajaran tiba-tiba beliau bilang kalau mungkin hari ini adalah hari terakhirnya mengajar kami.
Kami syok. Kirain cuma bercanda. Tapi ternyata,
beliau benar-benar menjadi kepala sekolah untuk sekolah lain :-(
Kalau banyak orang bilang ambilah yang baik dan buang yang buruk maka saya akan mengakatan, ambilah yang buruk dari saya dan simpan di dalam hati anda. Dan ambilah yang baik-baik lalu sebarkan kepada orang lain.
Pak, seandainya saya sedikit lebih jago matematika pasti dunia lebih indah. Hehehe
Tapi tenang pak, saya gak akan nyerah gitu aja kok.
Insya Allah, saya akan menjadi murid yang bukan bapak ajar, tetapi bapak didik.
Terima kasih banyak atas segala ilmu. Matematika, hidup, mimpi, dan semangat.
Terima kasih banyak telah banyak memberi inspirasi, cerita, dan kisah lainnya.
Terima kasih banyak telah memaksa kami untuk pintar.

Terima kasih banyak, sesungguhnya tidak akan pernah sepadan dengan apa yang telah Bapak berikan.


Seperti komitmen yang dibuat oleh Bapak dan kelas 12 IPA A,  kita bukan hanya sekedar murid dan guru. Tetapi kita adalah Sahabat.
Semoga Bapak selalu dalam lindungan Allah swt..

I'm going to upload the 'real photo' as soon as Dita gives me the copy.

Salam hangat dari 12 IPA A 2011-2012 :)